SKRIPSI
PENERAPAN PRINSIP UTMOST GOODFAITH DALAM PERJANJIAN PERPANJANGAN POLIS ASURANSI CONTRACTOR’S ALL RISK UNTUK PROYEK PEMBANGUNAN PASAR
Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian risiko yang dilakukan dengan cara mengalihkan/transfer risiko dari satu pihak kepihak lain dalam hal ini adalah perusahaan asuransi. Dalam penerbitan perjanjian asuransi kedua belah pihak memiliki kewajiban yang melekat yakni penerapan prinsip utmost goodfaith sebagaimana diatur dalam Pasal 251 KUHD. Prinsip utmost goodfaith membebankan kewajiban kepada tertanggung untuk memberitahukan secara jelas dan jujur mengenai segala fakta penting yang berkaitan dengan objek yang diasuransikan, sedangkan kepada penanggung diwajibkan untuk meberikan informasi mengenai risiko-risiko yang dijamin maupun yang dikecualikin, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas. Timbul permasalahan apabila kewajiban tersebut tidak dipenuhi oleh pihak penanggung, yakni tidak menginformasikan mengenai ruang lingkup perlindungan polis saat perpanjangan polis, seperti yang terjadi dalam perjanjian asuransi contractor’s all risk untuk proyek pembangunan pasar XYZ, Tertanggung memiliki penafsiran yang berbeda terhadap ruang lingkup perlindungan polis dan baru diketahui Tertanggung saat pengajuan klaim, yang ditolak Penanggung dengan alasan bahwa dasar pengajuan klaim berada diluar ruang lingkup perlindunan polis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis prinsip utmost goodfaith dalam pelaksanaan pembangunan pasar yang masa pertanggungan polisnya diperpanjang, akibat hukum dari tidak dikomunikasikan ruang lingkup perlindungan polis asuransi contractor’s all risk yang polisnya diperpanjang dikaitkan dengan prinsip utmost goodfaith, dan upaya yang dapat dilakukan oleh pihak yang dirugikan untuk memulihan keadaan secara seimbang . Metode yang digunakan adalah deskriptip-analitis dengan metode pendekatan normatif. Tahap penelitian ini menggunakan studi kepustakaan dengan data sekunder dan studi lapangan data primer. Pengumpulan data ini diperoleh dengan cara studi dokumen. Selanjutnya, data dianalisis menggunakan yuridis-kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut, pertama kewajiban kedua belah pihak sesuai prinsip utmost goodfaith pada saat perpanjangan polis, berlaku sama halnya seperti awal penutupan asuransi contractor’s all risk. Kedua, tindakan tidak menginformasikan ruang lingkup perlindungan Polis dan hal yang dikecualikan dalam Polis oleh Penanggung pada saat perpanjanggan masa pertanggungan Polis Asuransi Contractor’s All Risk ,melanggar prinsip Utmost Goodfaith sebagaimana diatur dalam Pasal 251 KUHD, dan berakibat pertanggungan menjadi batal demi hukum. Ketiga, dinyatakan batal demi hukum tidak serta merta menghilangkan tanggung jawab Penanggung (perusahaan asuransi), Tertanggung dapat menuntut pertanggung jawaban kepada penanggung secara litigasi, melalui gugatan perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata. Selain penyelesaian secara Litigasi, Tertanggung terlebih dahulu menempuh proses penyelesaian sengketa melalui LAPS( Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yakni Mediasi atau Adjudikasi melalui BMAI (Badan Mediasi Asuransi Indonesia) sesuai Peraturan OJK No.1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan. Kewajiban Penanggung adalah mengembalikan premi yang telah dibayarkan oleh Tertanggung.
Kata Kunci : Prinsip Utmost Goodfaith, Perpanjangan Polis, Asuransi Contractor’s All Risk
2000001190 | 346 PRA p | Fakultas Hukum | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Repository |
Tidak tersedia versi lain