SKRIPSI
KEDUDUKAN HUKUM HAK WARIS ORANG YANG MEMILIKI KELAMIN GANDA (KHUNTSA MUSYKIL) DITINJAU DARI INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 1991 TENTANG KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN FATWA MUI
Manusia mengalami beberapa siklus kehidupan yang di awali sejak dia dilahirkan, lalu hidup dan berkembang tumbuh dewasa, sakit, kemudian pada akhirnya meninggal dunia. Kelahiran, pernikahan dan kematian adalah beberapa aspek dalam kehidupan manusia yang akan menimbulkan suatu akibat hukum bagi orang lain, yaitu waris. Pada dasarnya manusia yang lahir di dunia ini berjenis kelamin perempuan atau laki-laki, tetapi kenyataannya ada juga yang mengalami kebingungan untuk menentukan jenis kelaminnya sendiri, karena sejak lahir dia memiliki dua jenis kelamin yang disebut khunsta. Keberadaan kaum khunsta di Indonesia ini menimbulkan pro dan kontra mengenai permasalahan status hukum kewarisan bagi mereka. Tujuan dari penulisan hukum ini untuk mengetahui bagaimana Kompilasi Hukum Islam dan Fatwa MUI mengatur hak waris seorang khunsta yang telah mendapatkan putusan dari Pengadilan Negri mengenai jenis kelaminnya. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Yuridis Normatif, yaitu dengan menggunakan penelitian kepustakaan serta bagaimana implementasi dalam praktek di masyarakat. Hasil penelitian ini adalah tindakan oprasi pada dasarnya diharamkan, namun menjadi boleh apabila terdapat kondisi cacat sejak lahir atau setelah tumbuh dewasa dan adanya kelamin ganda. Apabila perubahan kelamin seorang khunsta sah, maka status kewarisannyapun mengikuti putusan yang sah dari pengadilan. Operasi kelamin dapat dilakukan dengan tujuan utama untuk menyempurnakan bukan untuk mengganti.
Kata kunci : Khunsta, Penggantian Kelamin, Hukum Islam, Waris
2000001189 | 346 PUT k | Fakultas Hukum | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Repository |
Tidak tersedia versi lain