STUDI KASUS
STUDI KASUS PUTUSAN PERKARA PIDANA NOMOR : 1239/PID.B/2012/PN.BDG TENTANG KETIDAKJELASAN STATUS BARANG BUKTI DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN
Studi Kasus ini memaparkan mengenai status kepemilikan barang bukti yang diajukan ke muka persidangan dalam kasus penipuan. Dalam melakukan tindak pidana, Terdakwa berusaha meyakinkan para calon korbannya dengan cara menjanjikan keuntungan yang besar apabila calon korbannya tersebut menanamkan modal usaha pada Koperasi. Namun pada akhirnya semua keuntungan yang dijanjikan berhenti di tengah jalan. Terdakwa mengatakan bahwa tidak terbayarnya janji keuntungan karena unit usaha yang dijalankan Koperasi mengalami kemacetan. Dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim tertera bahwa barang bukti yang diajukan ke muka persidangan tetap terlampir dalam berkas perkara, hal ini bertentangan dengan Pasal 194 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Maka dari itu Penulis membuat tiga identifikasi fakta hukum yaitu : 1. Apakah pertimbangan hukum majelis Hakim dalam putusan perkara pidana Nomor : 1239/PID.B/2012/PN.BDG. 2. Apa yang menajadi pertimbangan hukum Pengadilan Negeri Nomor : 1239/ PID.B/ 2012/ PN.BDG sudah tepat. 3. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak ke tiga terhadap Putusan Pengadilan Negeri Nomor : 1239/ PID.B/ 2012/ PN.BDG. Alat analisis yang diguanakan penulis adalah konstruksi hukum, penafsiran gramatikal dan penafsiran sistematis dimana penulis akan menganalisis menggunakan bunyi dari peraturan perundang-undangan serta menganalisis pertimbangan-pertimbangan Hakim dalam memutus suatu perkara. Kesimpulan : 1. Pertimbangannya adalah bahwa dalam menjalankan Koperasi Terdakwa mengakali calon korbannya dengan bunga investasi yang tinggi sebesar 3% sampai 5 % perbulan. Selain itu juga terhadap barang bukti berupa surat-surat mengenai Koperasi, kunci-kunci rumah, majelis berpendapat bahwa barang bukti tersebut tetap dilampirkan dalam berkas perkara. 2. Pertimbangan hukum majelis Hakim benar bahwa tindak pidana penipuan. Padahal hal tersebut sangat penting untuk dibuktikan karena menyangkut penerapan pasal yang berbeda. Majelis Hakim pun telah salah dalam menentukan status barang bukti, padahal sesuai dengan ketentuan Pasal 194 (1) (2) (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana bahwa barang bukti harus dikembalikan kepada yang paling berhak, atau dimusnahkan atau dirampas untuk Negara. Bukan terlampir dalam berkas perkara. 3. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga untuk mendapatkan kembali barang bukti yang diajukan di muka persidangan adalah dengan mengajukan gugatatan perdata ke Pengadilan Negri yang berwenang, dalam hal ini Pengadilan Negeri Bandung. Dengan pihak tergugat yakni Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejaksaan Negeri Bandung.
2000001128 | 345 RAM s | Fakultas Hukum | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Repository |
Tidak tersedia versi lain