SKRIPSI
ANALISIS YURIDIS TENTANG HAK WARIS BAGI ORANG YANG MELAKUKAN TRANSGENDER DIHUBUNGKAN DENGAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
Setiap manusia dimanapun mengalami tiga siklus kehidupan yaitu lahir, hidup dan berkembang seperti dewasa, sakit, kemudian pada akhirnya meninggal dunia. Sejak kelahirannya, manusia telah menjadi subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban hukum baginya sendiri dan bagi orang lain, timbul hubungan hukum dengan kedua orang tuanya, dengan kerabatnya, dan dengan masyarakat yang berada dilingkungan sekitarnya. Segala aspek dalam kehidupan manusia akan menimbulkan suatu akibat hukum bagi orang lain, yaitu waris. Tujuan dari penulisan hukum ini untuk mengetahui bagaimana Kompilasi Hukum Islam mengatur mengenai hak waris bagi pria dan wanita serta apakah transgender dapat menjadi ahli waris menurut Kompilasi Hukum Islam dan praktik pembagian warisnya. Kompilasi Hukum Islam mengatur hukum waris terdapat dalam Bab 2 (dua) yaitu Pasal 171 sampai dengan Pasal 191. Penulisan hukum ini menggunakan spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif analitis, yaitu menggambarkan permasalahan hukum dalam fakta-fakta yang berupa data sekunder yang berhubungan dengan permasalahan di atas, sedangkan metode pendekatan yang digunakan secara yuridis normatif, yaitu metode pendekatan dengan menggunakan kaidah-kaidah hukum dengan menggunakan penelitian kepustakaan serta bagaimana implementasi dalam praktek. Analisa data dilakukan secara yuridis kualitatif agar setelah analisis dilakukan dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Hal dari penelitian ini adalah bahwa orang yang melakukan transgender kedudukannya dalam Kompilasi Hukum Islam tidak ada pengaturannya, namun transgender sebagai ahli waris yang sah dari keluarganya, menentukan jenis kelamin dapat dilihat dari cenderung kemanakah alat kelamin tersebut, dan bukan ditentukan dari kemauannya sendiri atau dari jiwanya, serta dapat dilakukan dengan suatu penetapan Pengadilan yang menentukan bahwa ia laki-laki atau perempuan. Operasi kelamin dapat dilakukan dengan menyempurnakan bukan mengganti, meskipun pada dasarnya orang yang sengaja melakukan perubahan terhadap jenis kelaminnya sendiri dengan didasarkan bahwa dirinya merasa terperangkap di dalam tubuh yang salah dilarang oleh agama Islam, apabila dalam praktikya terdapat sengketa waris, maka lembaga hukum yang berwenang dalam hal tersebut adalah Pengadilan Agama. Kata Kunci : Yuridis, Hukum Waris, Transgender.
2000000229 | 346 SUR a | Fakultas Hukum | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Repository |
Tidak tersedia versi lain