SKRIPSI
KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN HAKIM ADHOC DALAM PELAKSANAAN KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
Seiring dengan amat pentingnya keberadaan Hakim Adhoc, terkait dengan
kedudukan dan fungsinya dalam kekuasaan kehakiman, menimbulkan berbagai
pandangan tentang keberadaan jabatan Hakim Adhoc, apakah merupakan Pejabat
Negara atau bukan. Kedudukan Hakim Ad Hoc menjadi tidak adanya kepastian hukum
dengan dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara, yang dalam Pasal 122 huruf e dikatakan bahwa “ Pejabat Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 121 yaitu ketua, wakil ketua, ketua muda, dan Hakim Agung
pada Mahkamah Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan
peradilan kecuali Ad Hoc. Pada skripsi ini yang menjadi identifikasi masalahnya
adalah:Bagaimanakah kedudukan dan kewenangan Hakim Adhoc dalam pelaksanaan
Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman?; dan Permasalahan hukum apa yang terjadi
berkaitan dengan kedudukan dan kewenangan Hakim Adhoc Dalam Pelaksanaan
Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia, serta Bagaimanakah seharusnya kedudukan dan
kewenangan Hakim Adhoc dalam pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia?
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif,
yaitu menguji dan mengkaji data sekunder yaitu asas-asas yang terkandung dalam
peraturan perundang-undangan. Spesifikasi penelitian dalam menyusun skripsi ini
dilakukan dengan cara deskriptif analitis yaitu menggambarkan permasalahan yang ada
kemudian menganalisisnya dengan menggunakan bahan hukum primer yaitu bahanbahan
hukum yang mengikat dan terdiri dari norma (dasar) atau kaidah dasar, Peraturan
perundang-undangan, Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti hukum adat,
Yurisprudensi, Traktat, Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih
berlaku. bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer.
Hakim Ad Hoc memiliki kewenangan dan kedudukan yang sama dengan hakim
karir, hal tersebut karena baik hakim karir maupun hakim Ad Hoc sama-sama berada di
lingkup peradilan dibawah Mahkamah Agung dan merupakan pejabat negara. Jadi
berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,
hakim Ad Hoc berkedudukan sebagai Pejabat Negara dan mempunyai kewenangan
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara sebagaimana yang dimiliki
oleh hakim karir. Tentunya, baik Hakim Karir maupun Hakim Ad Hoc, merupakan
pelaku inti yang secara fungsional melaksanakan kekuasaan kehakiman; Permasalahan
hukum yang terjadi berkaitan dengan kedudukan dan kewenangan Hakim Adhoc yaitu
Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara, yang menyatakan bahwa Hakim Adhoc
bukan pejabat Negara Terbatasnya kewenangan Hakim Adhoc dalam persidangan,
dimana selama ini Hakim Adhoc hanya sebatas sebagai Hakim Anggota dan tidak
mempunyai kewenangan sebagai hakim Ketua pada setiap persidangan pada lingkup
peradilan khusus, saran yang dapat penulis kemukakan diantaranya adalah: Pemerintah
dan Dewan Perwakilan Rakyat perlu meninjau ulang Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara karena bertentangan dengan UUD 45 serta tidak
sinkron dengan Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
2000000114 | 342 PEB k | Fakultas Hukum | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Repository |
Tidak tersedia versi lain