SKRIPSI
TINJAUAN YURIDIS VIKTIMOLOGIS TERHADAP VIKTIMISASI SEKUNDER KORBAN TINDAK PIDANA KESUSILAAN MELALUI PUTUSAN PENGADILAN
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi publik mengkategorikan salinan putusan sebagai informasi publik. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, Mahkamah Agung memutuskan untuk menerbitkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 1-144/KMA/SK/I/2011 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan. Dalam bagian VI mengenai Prosedur Pengaburan Sebagian Informasi Tertentu Dalam Informasi Yang Wajib Diumumkan Dan Informasi Yang Dapat Diakses Publik angka 1, huruf a, butir I tercantum tata cara pengaburan putusan pengadilan tindak pidana kesusilaan. Tetapi, ketika melihat laman Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia di putusan.mahkamahagung.go.id., masih banyak putusan pengadilan tindak pidana kesusilaan yang tidak mengaburkan nomor perkara dan identitas saksi korban oleh PPID Pengadilan dan dapat di unduh dengan mudah dan bebas. Hal ini dapat memicu terjadinya viktimisasi sekunder terhadap korban tindak pidana kesusilaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat identifikasi permasalahan sebagai berikut : bagaimana mengidentifikasi karakterisasi putusan pengadilan yang menunjukan viktimisasi sekunder terhadap korban tindak pidana kesusilaan?, bagaimana viktimisasi sekunder korban tindak pidana kesusilaan dalam putusan pengadilan ditinjau dari teori viktimologi?, bagaimana upaya yang harus dilakukan oleh pengadilan dalam rangka penerapan perlindungan hukum terhadap terjadinya viktimisasi korban sekunder pada tindak pidana kesusilaan?. Metode penelitian yang digunakan yaitu spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis, dengan metode pendekatan yuridis normatif. Pengumpulan data dilakukan melalui studi data kepustakaan dan penelitian lapangan. Untuk menganalisis hasil penelitian dianalisis secara yuridis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dijelaskan bahwa karakterisasi putusan pengadilan yang menunjukan viktimisasi sekunder terhadap korban tindak pidana kesusilaan adalah putusan pengadilan yang tidak melakukan pengaburan/anonimisasi terhadap kasus tindak pidana kesusilaan sesuai dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 1-144/KMA/SK/I/2011 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan. Viktimisasi sekunder terjadi karena tidak dilakukannya pengaburan putusan pengadilan, dampak bagi korban yaitu pemulihan korban terhambat, karena kehormatan, nama baik dan martabat korban tindak pidana kesusilaan, merupakan bagian dari pemulihan korban. Upaya yang dapat diambil oleh pengadilan dalam rangka penerapan perlindungan korban terhadap terjadinya viktimisasi sekunder korban tindak pidana kesusilaan melalui putusan pengadilan, yaitu menanamkan perspektif tujuan pengaburan bukan hanya terkait tujuan teknis, tetapi berkaitan erat dengan pemulihan korban. Selain itu, melakukan pengawasan yang lebih ketat, meminimalisir kelalaian, penambahan SDM di PPID, serta melakukan sosialisasi secara terus menerus kepada jajaran PPID Pengadilan dan masyarakat. Kata kunci : Tindak Pidana Kesusilaan, Putusan Pengadilan, Viktimisasi Sekunder, Korban, Viktimologi
SKP0000467 | Fakultas Hukum | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain